all about Aedes aegypti



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis dan mempunyai kelimpahan sumber daya alam. Berbagai jenis flora dan fauna mampu tumbuh dengan cocok karena Indonesia mempunyai daya dukung lingkungan yang sangat baik untuk pertumbuhan keanekaragamannya. Salah satu jenis fauna yang berkembang dengan baik serangga (insecta).
Anggota filum Arthropoda kelas Insecta yang berkembang dengan baik salah satunya adalah nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan nyamuk yang dapat beradalah peran sebagai vektor berbagai macam penyakit diantaranya Demam Berdarah Dengue (DBD). Walaupun beberapa spesies dari Aedes sp dapat pula berperan sebagai vektor tetapi Aedes aegypti tetap merupakan vektor utama dalam penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue dan yellow fever. (Lawuyan S, 1996 ; Yotopranoto S dkk., 1998 ; Soegijanto S, 2003)
Nyamuk Aedes aegypti ini hidup dan berkembang dengan baik di daerah tropis yaitu pada garis isotermis 200 yang terletak diantara 450 LU dan 350 LS dengan ketinggian kurang dari 1000 meter di atas permukaan laut. Populasi nyamuk ini meningkat pada musim hujan dan bertepatan dengan ini jumlah kasus DBD akan meningkat.

B.     Rumusan masalah
1.      Bagaimana klasifikasi dan morfologi nyamuk Aedes aegypti ?
2.      Bagaimana siklus hidup dari nyamuk Aedes aegypti ?
3.      Bagaimana kebiasaan ( binoni ) dari nyamuk Aedes aegypti ?
4.      Apa saja pengaruh atau peran nyamuk Aedes aegypti terhadap kehidupan manusia?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui klasifikasi dan morfologi nyamuk Aedes aegypti.
2.      Untuk mengetahui siklus hidup dari nyamuk Aedes aegypti.
3.      Untuk mengetahui kebiasaan ( binoni ) dari nyamuk Aedes aegypti.
4.      Untuk mengetahui pengaruh atau peran nyamuk Aedes aegypti terhadap kehidupan manusia.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Klasifikasi  Aedes aegypti
Menurut Richard dan Davis (1977) yang dikutip oleh Seogijanto (2006), kedudukan nyamuk Aedes aegypti dalam klasifikasi hewan adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Bangsa : Diptera
Suku : Culicidae
Marga : Aedes
Jenis : Aedes aegypti L.  (Soegijanto, 2006)

B.     Morfologi  Aedes aegypti
Aedes aegypti mempunyai warna dasar yang hitam dengan bintik – bintik putih pada bagian badannya terutama pada kakinya dan dikenal dari bentuk morfologinya yang khas sebagai nyamuk yang mempunyai gambaran lira ( lyre form ) yang putih pada punggungnya.
 Panjang badan nyamuk ini sekitar 3-4 mm dengan bintik hitam dan putih pada badan dan kepalanya, dan juga terdapat ring putih pada bagian kakinya. Di bagian dorsal dari toraks terdapat bentuk bercak yang khas berupa dua garis sejajar di bagian tengah dan dua garis lengkung di tepinya.  Ukuran tubuh nyamuk betinanya lebih besar dibandingkan nyamuk jantan (Gillot, 2005).

Pada bagian kepala terdapat sebuah proboscis, sepasang antena yang terdiri dari 15 segmen, sepasang palpus maxilliaris yang terdiri dari 4 segmen, mata majemuk dan bulu clypeus. Proboscis berfungsi sebagai alat untuk menghisap darah pada betina, sedangkan pada nyamuk jantan berfungsi untuk menghisap madu bunga atau cairan tumbuh-tumbuhan. Untuk membedakan antara nyamuk jantan dan betina, pada jantan lebih panjang probosisnya. Pada dada ditemukan scuetellum debgan bentuk 3 lobus. Vena costallis dari sayap tidak mempunyai bercak hitam putih.

C.    Siklus hidup Aedes aegypti
Masa pertumbuhan dan perkembangan nyamuk Aedes aegypti dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu telur, larva, pupa, dan nyamuk dewasa, sehingga termasuk metamorfosis sempurna atau holometabola (Soegijanto, 2006).
Gambar 1. Siklus hudup Aedes aegypti

1.      Stadium Telur
Telur nyamuk Aedes aegypti berbentuk ellips atau oval memanjang, berwarna hitam, berukuran 0,5-0,8 mm, dan tidak memiliki alat pelampung. Nyamuk Aedes aegypti meletakkan telur-telurnya satu per satu pada permukaan air, biasanya pada tepi air di tempat-tempat penampungan air bersih dan sedikit di atas permukaan air. Telur pada tempat kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan. Telur-telur ini kemudian akan menetas menjadi jentik setelah sekitar 1-2 hari terendam air (Herms, 2006).
Jumlah telur yang dikeluarkan dalam sekali bertelur antara 100 – 300 telur, rata-rata 150 butir telur. Nyamik dewasa dapat bertelur 10 – 100 kali dalam jarak 4 – 5 hari dengan menghasilkan telur antara 300-750 butir, serta mempunyai sifat tahan terhadap panas atau kering yaitu pada temperatur 71 – 85 F atau 25 – 30 C.
Nyamuk betina meletakkan telurnya di dinding tempat penampungan air atau barang-barang yang memungkinkan air tergenang sedikit di bawah permukaan air. Setelah kontak dengan air, telur akan menetas dalam waktu 2 atau 3 hari.
Perkembangan dari telur sampai menjadi nyamik memerlukan waktu 7 – 10 hari. Tiap 2 hari nyamuk betina menghisap darah manusia untuk bertelur.

 Gambar 2. Telur Aedes aegypti

2.      Stadium Larva (Jentik)
Menurut Herms (2006), larva nyamuk Aedes aegypti mempunyai ciri khas memiliki siphon yang pendek, besar dan berwarna hitam. Larva ini tubuhnya langsing, bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis negatif dan pada waktu istirahat membentuk sudut hampir tegak lurus dengan permukaan air. Larva menuju ke permukaan air dalam waktu kira-kira setiap ½-1 menit, guna mendapatkan oksigen untuk bernapas. Larva nyamuk Aedes aegypti dapat berkembang selama 6-8 hari (Herms, 2006).
Berdasarkan data dari Depkes RI (2005), ada empat tingkat (instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu:
1. Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm
2. Instar II : 2,5-3,8 mm
3. Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II
4. Instar IV : berukuran paling besar, yaitu 5 mm (Depkes RI, 2005).
Larva aedes aegypti dapat hidup di wadah yang mengandung air dengan pH 5,6 – 8,6. Larva pada instar IV dalam waktu kurang lebih 2 hari melakukan pengelupasan kulit kemudian tumbuh menjadi pupa.


Gambar 3. Larva Aedes aegypti

Gambar 4. Sketsa larva Aedes aegypti dengan keterangan tiap bagian

3.      Stadium Pupa
Pupa nyamuk Aedes aegypti mempunyai bentuk tubuh bengkok, dengan bagian kepala dada (cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya, sehingga tampak seperti tanda baca ‘koma’.
Tahap pupa pada nyamuk Aedes aegypti umumnya berlangsung selama 2-4 hari. Saat nyamuk dewasa akan melengkapi perkembangannya dalam cangkang pupa, pupa akan naik ke permukaan dan berbaring sejajar dengan permukaan air untuk persiapan munculnya nyamuk dewasa (Achmadi, 2011).

Description: G:\m.o\Makalah Nyamuk Aedes dan Pengendaliannya _ Kesehatan Masyarakat Unsoed_files\PupaAedesAegypti.png
Gambar 5. Pupa Aedes aegypti

4.      Stadium dewasa
Menurut Achmadi (2011), nyamuk dewasa yang baru muncul akan beristirahat untuk periode singkat di atas permukaan air agar sayap-sayap dan badan mereka kering dan menguat sebelum akhirnya dapat terbang. Nyamuk jantan dan betina muncul dengan perbandingan jumlahnya 1:1.
Nyamuk jantan muncul satu hari sebelum nyamuk betina, menetap dekat tempat perkembangbiakan, makan dari sari buah tumbuhan dan kawin dengan nyamuk betina yang muncul kemudian. Setelah kemunculan pertama nyamuk betina makan sari buah tumbuhan untuk mengisi tenaga, kemudian kawin dan menghisap darah manusia. Umur nyamuk betinanya dapat mencapai 2-3 bulan (Achmadi, 2011).

Description: G:\m.o\Morfologi Nyamuk Aedes Aegypti.png
Gambar 6. Nyamuk dewasa Aedes aegypti

D.    Bionomi Aedes aegypti
1.      Tempat Perindukan atau Berkembang biak
Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2005 yang dikutip oleh Supartha (2008), tempat perkembangbiakan utama nyamuk Aedes aegypti adalah tempat-tempat penampungan air bersih di dalam atau di sekitar rumah, berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana seperti bak mandi, tempayan, tempat minum burung, dan barang-barang bekas yang dibuang sembarangan yang pada waktu hujan akan terisi air. Nyamuk ini tidak dapat berkembang biak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah (Supartha, 2008).
Menurut Soegijanto (2006), tempat perindukan utama tersebut dapat dikelompokkan menjadi: (1) Tempat Penampungan Air (TPA) untuk keperluan sehari-hari seperti drum, tempayan, bak mandi, bak WC, ember, dan sejenisnya, (2) Tempat Penampungan Air (TPA) bukan untuk keperluan sehari-hari seperti tempat minuman hewan, ban bekas, kaleng bekas, vas bunga, perangkap semut, dan sebagainya, dan (3) Tempat Penampungan Air (TPA) alamiah yang terdiri dari lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang, dan lain-lain (Soegijanto, 2006).
Description: G:\m.o\Makalah Nyamuk Aedes dan Pengendaliannya _ Kesehatan Masyarakat Unsoed_files\Lampiran2.png
Gambar 7. Contoh tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti

2.      Perilaku menghisap darah
Berdasarkan data dari Depkes RI (2004), nyamuk betina membutuhkan protein untuk memproduksi telurnya. Oleh karena itu, setelah kawin nyamuk betina memerlukan darah untuk pemenuhan kebutuhan proteinnya. Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap 2-3 hari sekali. Nyamuk betina menghisap darah pada pagi dan sore hari dan biasanya pada jam 09.00-10.00 dan 16.00-17.00 WIB.
Untuk mendapatkan darah yang cukup, nyamuk betina sering menggigit lebih dari satu orang. Posisi menghisap darah nyamuk Aedes aegypti sejajar dengan permukaan kulit manusia. Jarak terbang nyamuk Aedes aegypti sekitar 100 meter (Depkes RI, 2004).

Description: G:\m.o\aedes_aegypti.jpg
Gambar 8. Nyamuk Aedes aegypti saat menghisap darah

3.      Perilaku istirahat
Berdasarkan data dari Depkes RI (2004), setelah selesai menghisap darah, nyamuk betina akan beristirahat sekitar 2-3 hari untuk mematangkan telurnya. Nyamuk Aedes aegypti hidup domestik, artinya lebih menyukai tinggal di dalam rumah daripada di luar rumah. Tempat beristirahat yang disenangi nyamuk ini adalah tempat-tempat yang lembab dan kurang terang seperti kamar mandi, dapur, dan WC. Di dalam rumah nyamuk ini beristirahat di baju-baju yang digantung, kelambu, dan tirai. Sedangkan di luar rumah nyamuk ini beristirahat pada tanaman-tanaman yang ada di luar rumah (Depkes RI, 2004).

4.      Penyebaran
Menurut Depkes RI (2005), nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub tropis. Di Indonesia, nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun tempat-tempat umum. Nyamuk ini dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian daerah ±1.000 m dari permukaan air laut. Di atas ketinggian 1.000 m nyamuk ini tidak dapat berkembang biak, karena pada ketinggian. tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memunginkan bagi kehidupan nyamuk tersebut (Depkes RI, 2005).

Description: G:\m.o\llllllll.jpg
Gambar 9. Penyebaran nyamuk Aedes aegypti

5.      Variasi musim
Menurut Depkes RI (2005), pada saat musim hujan tiba, tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang pada musim kemarau tidak terisi air, akan mulai terisi air. Telur-telur yang tadinya belum sempat menetas akan menetas. Selain itu, pada musim hujan semakin banyak tempat penampungan air alamiah yang terisi air hujan dan dapat digunakan sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk ini. Oleh karena itu, pada musim hujan populasi nyamuk Aedes aegypti akan meningkat. Bertambahnya populasi nyamuk ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan penularan penyakit dengue (Depkes RI, 2005).

E.     Nyamuk Aedes aegypti Sebagai Vektor DBD
1.       Pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD)
Menurut Hastuti (2008), Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi yang dapat berakibat fatal dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit ini dapat menyerang semua umur baik anak-anak maupun orang dewasa. Penyebab penyakit ini adalah virus dengue, sejenis virus yang tergolong arbovirus yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina .

Description: http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcR5fPBBJkGyOz8Qh_ZzZdnlYk5_6fa-UL2dCtFG2YfAIJVfJ1-Heg
Gambar 10. Virus penyebab DBD

Nyamuk Aedes aegypti menyimpan virus dengue pada telurnya, selanjutnya virus tersebut akan ditularkan ke manusia melalui gigitan.Virus dengue yang sudah masuk ke dalam tubuh seseorang, tidak selalu dapat menimbulkan infeksi jika orang tersebut memiliki daya tahan tubuh yang kuat. Secara alamiah sebenarnya virus tersebut akan dilawan oleh antibodi tubuh.

2.       Faktor  tingkat kejadian DBD
Sanitasi lingkungan dan pemukiman juga memberikan dukungan terhadap terjadinya kasus DBD. Vektor DBD nyamuk Ae. aegypti L. membutuhkan tempat hidup yang sesuai dengan kebutuhannya untuk tumbuh dan berkembang biak.Kondisi lingkungan dan pemukiman masyarakat yang tidak bersih dan sehat dapat memberikan daya dukung lingkungan yang tinggi terhadap perkembangan nyamuk Ae. aegypti L. Selain itu, mobilitas dan aktivitas masyarakat dapat mempengaruhi juga tingkat kejadian DBD di suatu daerah. Widyastuti2 menyatakan bahwa faktorfaktor yang menyebabkan terjadinya kasus DBD adalah :
a.       Bertambahnya jumlah penduduk
b.      Urbanisasi yang tidak terencana dan terkendali
c.       Manajemen sampah dan penyediaan air bersih yang tidak adekuat
d.      Peningkatan dan penyebaran vektor nyamuk
e.       Kurang efektifnya pengendalian nyamuk
f.       Memburuknya infrastruktur di bidang kesehatan masyarakat

3.       Klasifikasi Demam Berdarah Dengue Menurut WHO
Menurut WHO (1986), penyakit DBD dibagi atau diklasifikasikan menurut berat ringannya penyakit dengan uraian sebagai berikut:
a.       DBD derajat I
DBD derajat I memiliki tanda tanda demam disertai gejala-gejala yang lain, seperti mual, muntah, sakit pada ulu hati, pusing, nyeri otot, dan lain lain tanpa adanya pendarahan spontan .
b.      DBD derajat II
DBD derajat II memiliki tanda-tanda gejala seperti yang terdapat pada DBD derajat I yang disertai dengan adanya pendarahan spontan pada kulit ataupun tempat lain (gusi, mimisan, dan lain sebagainya).
c.       DBD derajat III
DBD derajat III memiliki tanda-tanda yang lebih parah dibandingkan dengan DBD derajat I dan DBD derajat II. Penderita mengalami gejala shock, yaitu denyut nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun, penderita mengalami kegelisahan, dan pada tubuh penderita mulai tampak kebiru – biruan, terutama disekitar mulut, hidung, dan ujung-ujung jari.
d.      DBD Derajat IV
DBD derajat IV memiliki tanda-tanda yang lebih dibandingkan dengan DBD derajat I, DBD derajat II, DBD derajat III. Pada DBD derajat IV, penderita mengalami shock yang disebut dengue syndrome. Pada tahap ini, penderita berada dalam keadaan kritis dan memerlukan perawatan yang intensif di rumah sakit. Ada tiga faktor yang memegang peranan penting pada penularan penyakit Demam Berdarah Dengue, yaitu manusia, virus dan vektor perantara. (Depkes RI, 2005).

4.       Tanda – tanda Demam Berdarah Dengue yaitu (Depkes RI, 2003):
a.       Hari pertama sakit: panas mendadak terus-menerus, badan lemah atau lesu. Pada tahap ini sulit dibedakan dengan penyakit lain.
b.      Hari kedua atau ketiga: timbul bintik-bintik perdarahan, lebam, atau ruam pada kulit di muka, dada, lengan atau kaki dan nyeri ulu hati. Kadang-kadang mimisan, melena (air besar bercampur darah) atau muntah darah, bintik perdarahan mirip dengan bekas gigitan nyamuk.
c.       Antara hari ketiga sampai ketujuh, panas turun secara tiba-tiba, kemungkinan penderita bisa sembuh atau memburuk.

5.       Diagnosa penyakit Demam Berdarah Dengue
Pemeriksaan darah pasien sangat membantu untuk menegakkan diagnosa yang akurat terhadap pasien DBD. Diagnosa ditegakkan dari gejala-gejala klinis dan hasil pemeriksaan darah :
a.       Jumlah trombosit (<100.000 sel/ mm3)
b.      Peningkatan konsentrasi sel darah (>20% di atas rata-rata nilai normal)
c.       Hasil laboratorium semacam ini biasanya ditemukan pada hari ke- 3 sampai hari ke- 7 (Dinkes Propinsi SUMUT, 2003).

6.       Mekanisme Penularan DBD
Demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia endemis baik di daerah perkotaan (urban) maupun di daerah pedesaan (rural). Di daerah perkotaan vektor penular utamanya adalah nyamuk Aedes aegypti sedangkan di daerah pedesaan oleh nyamuk Aedes albopictus. Namun sering terjadi bahwa kedua spesies nyamuk tersebut terdapat bersama-sama pada satu daerah, misalnya di daerah yang bersifat semi-urban (Soedarto, 2009).

Penularan virus dengue melalui gigitan nyamuk lebih banyak terjadi di tempat yang padat penduduknya seperti di perkotaan dan pedesaan di pinggir kota. Oleh karena itu, penyakit demam berdarah dengue (DBD) ini lebih bermasalah di daerah sekitar perkotaan (Yatim, 2007).
Kota-kota di Indonesia merupakan kota endemis DBD yang setiap tahunnya berkembang menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB). Di Indonesia terdapat dua vektor yang menularkan dengue, yaitu Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Akan tetapi, saat ini, Aedes aegypti adalah vektor yang mendapat perhatian terbesar terhadap penyebaran penyakit DBD karena distribusi dan hubungannya yang erat dengan manusia (Achmadi, 2008).

Menurut Soegijanto (2006), tahap-tahap replikasi dan penularan virus dengue terdiri dari:
a.       virus ditularkan ke manusia melalui saliva nyamuk
b.      virus bereplikasi dalam organ target
c.       virus menginfeksi sel darah putih dan jaringan limfatik
d.      virus dilepaskan dan bersirkulasi dalam darah

Description: G:\m.o\Patogenitas-Klasifikasi-dan-Mekanisme-Penularan-DBD.jpg

Gambar 11. Mekanisme penularan DBD
Grafik 1. Kasus penderita DBD (Kasus ini tersebar di seluruh 33 propinsi di Indonesia; di 357 dari total 480 kabupaten di Indonesia (Dengue Report of Asia-Pacific Dengue Program Managers Meeting 2008)).

F.      Aedes aegypti Sebagai Vektor Demam Kuning ( Yellow Fever )
1.      Pengertian Demam Kuning
Demam kuning adalah penyakit demam akut yang ditularkan oleh nyamuk. Demam ini dikenali sebagai penyakit untuk pertama kalinya pada abad ketujuh belas, namun baru pada tahun 1900 sampai 1901 Walter Reed dan rekan-rekannya menemukan hubungan antara virus demam kuning dengan nyamuk Aedes aegypti dan penemuan ini membuka jalan bagi pengendalian penularan penyakit demam kuning ini.
Demam kuning merupakan penyakit yang gawat di daerah tropika. Selama lebih dari 200 tahun sejak diketahui adanya perjangkitan di Yukatan pada tahun 1648, penyakit ini merupakan salah satu momok terbesar di dunia. Pada tahun 1905, New Orleans dan kota-kota pelabuhan di Amerika bagian Selatan terjangkit epidemi demam kuning yang melibatkan sekurang-kurangnya 5000 kasus dan menimbulkan banyak kematian.
Penyakit demam kuning disebabkan oleh virus. Virus demam kuning adalah virus RNA kecil yang secara antigenik tergolong dalam flavivirus (dulu kelompok arbovirus B). Virus ini merupakan anggota dari famili Togaviridae. Togavirus adalah virus RNA berutas tunggal dalam bentuk ikosahedral dan terbungkus di dalam sampul lemak. Virion berdiameter 20 sampai 60 nm, berkembangbiak di dalam sitoplasma sel dan menjadi dewasa dengan membentuk kuncup dari membran sitoplasma.
Gambar 12. Virus penyebab demam kuning

2.      Gejala dan penyakit yang ditimbulkan
Infeksi yang disebabkan oleh flavivirus sangat khas yaitu mempunyai tingkat keparahan sindrom klinis yang beragam. Mulai dari infeksi yang tidak nampak jelas, demam ringan, sampai dengan serangan yang mendadak, parah dan mematikan. Jadi, pada manusia penyakit ini berkisar dari reaksi demam yang hampir tidak terlihat sampai keadaan yang parah.
Masa inkubasi demam kuning biasanya berkisar 3 sampai 6 hari, tapi dapat juga lebih lama. Penyakit yang berkembang sempurna terdiri dari tiga periode klinis yaitu : infeksi (viremia, pusing, sakit punggung, sakit otot, demam, mual, dan muntah), remisi (gejala infeksi surut), dan intoksikasi (suhu mulai naik lagi, pendarahan di usus yang ditandai dengan muntahan berwarna hitam, albuminuria, dan penyakit kuning akibat dari kerusakan hati). Pada hari ke delapan, orang yang terinfeksi virus ini akan meninggal atau sebaliknya akan mulai sembuh. Laju kematiannya kira-kira 5 persen dari keseluruhan kasus. Sembuh dari penyakit ini memberikan kekebalan seumur hidup.

3.      Penularan penyakit
Demam kuning merupakan akibat dari adanya dua daur pemindahsebaran virus yang pada dasarnya berbeda yaitu kota dan hutan (silvatik). Daur kota dipindahsebarkan dari orang ke orang lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti. Sekali terinfeksi, nyamuk vektor itu akan tetap mampu menyebaban infeksi seumur hidupnya. Demam kuning hutan berjangkit pada hewan liar.

Virus demam kuning yang sama ditularkan diantara hewan-hewan tersebut dan kadang-kadang juga terhadap manusia oleh nyamuk selain Aedes aegypti. Ada beberapa nyamuk seperti A. Simponi yang hidup dengan menghisap darah primata yang telah terinfeksi, menyusup ke kebun-kebun desa lalu memindahkan virus tersebut ke manusia. Sekali demam kuning berjangkit di kembali di daerah kota, maka daur kota demam kuning akan dimulai kembali dan kemungkinan akan berkembang menjadi epidemi.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Nyamuk Aedes merupakan sejenis nyamuk yang biasanya ditemui di kawasan tropis seperti di Indonesia. Namanya diperoleh dari perkataan Yunani aēdēs, yang berarti "tidak menyenangkan", karena nyamuk ini menyebarkan beberapa penyakit berbahaya seperti demam berdarah dan demam kuning.Aedes yang berperan sebagai vector penyakit semuanya tergolong stegomya dengan ciri-ciri tubuh bercorak belang hitam putih pada dada, perut, tungkai. Corak ini merupakan sisi yang menempel di luar tubuh nyamuk. Corak putih pada dorsal dada (punggung) nyamuk berbentuk seperti siku yang berhadapan.
Aedes aegypti merupakan nyamuk yang dapat berperan sebagai vektor berbagai macam penyakit diantaranya Demam Berdarah Dengue (DBD). Walaupun beberapa spesies dari Aedes sp. dapat pula berperan sebagai vektor tetapi Aedes aegypti tetap merupakan vektor utama dalam penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue.

DAFTAR PUSTAKA

Sukesi, Tri Wahyuni. 2012. Monitoring populasi nyamuk aedes aegypti l. Vektor penyakit demam berdarah dengue di kelurahan gedongkiwo kecamatan mantrijeron kota yogyakarta. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Bagus Uda Palgunadi, Asih Rahayu. Aedes aegypti sebagai vektor penyakit demam berdarah dengue. Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

 Mukhsar.  Modifikasi persamaan logistik pada simulasi laju pertumbuhan  nyamuk aedes aegypti.  FMIPA Universitas Haluoleo, Kendari

Jawetz, 1996, Mikrobiologi Kedokteran, EGC, Jakarta Pelczar, M., 1988, Dasar-Dasar Mikrobiologi, UI Press, Jakarta
http://www.blogger.com/feeds/1618934887094632271/posts/default
http://jijiji.dagdigdug.com/dunia-kesehatan/




0 Comments for "all about Aedes aegypti"

Back To Top